![](https://static.wixstatic.com/media/f0a74e_0e10b0812e0b4248a86b16e932330b0c~mv2_d_1773_1773_s_2.jpg/v1/fill/w_411,h_411,al_c,q_80,enc_auto/f0a74e_0e10b0812e0b4248a86b16e932330b0c~mv2_d_1773_1773_s_2.jpg)
Hari ini, 18 Juli 2019, tepat 10 tahun film (500) Days of Summer dirilis. Iya, 10
tahun. Dalam jangka waktu satu dekade, agaknya sudah lebih dari sekali kita menonton film
yang menjadi salah satu original gangster dari sebuah hubungan bertitel friends with benefit.
Tokoh Summer Finn dan Tom Hansen menjadi salah satu ikon legendaris dari fenomena
“ditinggal waktu sayang-sayangnya” hingga saat ini. Banyak orang yang merasa dekat
dengan film ini, sehingga (500) Days of Summer masih sering menjadi bahan obrolan meski
sudah 10 tahun lamanya sejak film ini menggebrak industri sinema barat. Sejak awal
kemunculannya hingga saat ini, (500) Days of Summer masih meninggalkan kesan mendalam
bagi para penontonnya. Penyebabnya tentu tak lain adalah akhir dari kisah Summer dan Tom
yang (bagi sebagian orang) sungguh mengenaskan. Meski sejak awal narasi yang dibangun
adalah “This is not a love story, this is the story about love”, agaknya masih banyak orang
yang patah hati dibuatnya.
Kisah pertemuan Summer dan Tom di dalam lift menjadi adegan yang dikenang
hingga saat ini. Obrolan tentang The Smiths yang menjadi awal kedekatan antara mereka
berdua bisa jadi adalah salah satu adegan perkenalan yang meninggalkan kesan mendalam
bagi penontonnya. Karakter Summer, sebagai perempuan yang tak percaya cinta, bertemu
dengan seorang hopeless romantic bernama Tom, menjadi paduan kisah yang menarik untuk ditonton berkali-kali meski beberapa orang masih merasa kesal dengan ending yang dibuat oleh si penulis.
Tentu, kekesalan itu bersumber dari tokoh Summer Finn. Banyak orangmengutuk Summer, bahkan menganggap bahwa she is a bi*ch. Saya salah satunya.
Menonton (500) Days of Summer pertama kali saat SMA membuat saya membenci
tokoh Summer dengan teramat sangat, bahkan hingga saat menonton film ini untuk kali
kedua dan ketiga. Saya yakin, banyak orang yang beranggapan sama; bahwa tak seharusnya
Summer meninggalkan Tom begitu saja setelah kebersamaan yang terjalin cukup lama.
Bahwa seharusnya, Summer yang sejak awal tak percaya cinta, tidak dengan mudahnya
berubah menjadi optimis dalam melihat masa depan kisah cintanya bersama pria lain. Bahwa
seharusnya, Summer memilih Tom. Kekesalan saya pada Summer Finn, membuat saya
memiliki love-hate relationship dengan film ini. Film yang membuat saya (sempat) kesal
karena pada bagian awal-awal film ini begitu digambarkan bahwa keduanya adalah orang
yang sama-sama bertemu layaknya menemukan keping potongan puzzle terakhir yang
menggenapkan satu sama lain.
Sayangnya, semakin bertambahnya usia dan menonton (500) Days of Summer lagi
dan lagi, perubahan emosi yang saya rasakan atas film ini kental terasa. Saya tidak lagi
menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Summer adalah hal yang salah. Bukan, Summer
Finn bukanlah tokoh antagonis yang pergi begitu saja setelah apa yang ia perbuat pada Tom.
Sejak awal, membuat Tom jatuh cinta bukanlah agenda Summer ketika pertama kali mereka
bercakap di dalam lift dan membicarakan The Smiths. Dengan gamblang sudah dikatakan
bahwa Summer memang tak mempunyai intensi apapun atas “hubungan” yang terjadi di
antara mereka berdua. Bertahun-tahun lamanya, setelah bertemu orang-orang baru dan
beberapa kali loncat dari satu hubungan dengan hubungan lainnya, saya tidak lagi membenci Summer. Apa yang dilakukannya, adalah hal yang normal sepenuhnya. Apa yang menjadipilihannya pada akhir kisah (500) Days of Summer tidak lantas menempatkannya pada posisi yang salah. Summer Finn tidak salah atas mengetahui apa yang ia benar-benar inginkan di hidupnya, tidak bisa disalahkan atas gelombang perasaan yang ia rasakan terkait cinta dan hal-hal di sekitarnya. Summer yang “tiba-tiba” bicara serius tentang cinta, keputusannya pergi dari hidup Tom, dan memilih orang lain bukanlah sebuah kesalahan.
It happens because we’re just a human after all.
Menjadi dewasa, berarti kita bisa menerima film (500) Days of Summer dengan hati
dan pikiran yang terbuka untuk segala kemungkinan atas kisah yang dapat kita temui di
dalam sebuah film. Bahwa film, tak selamanya menjual mimpi dengan berakhir bahagia
sesuai apa yang diharapkan oleh penontonnya. Meski banyak orang berpikir bahwa (500)
Days of Summer adalah film yang mematahkan hati banyak orang karena dianggap memiliki
akhir yang “tragis”, yang saya lihat adalah sebaliknya; baik Summer dan Tom sama-sama
mendapat akhiran yang manis atas kisah cinta mereka. Tom, yang pada akhirnya bertemu
dengan Autumn, menandakan bahwa cinta yang datang sebelumnya bukanlah cinta yang
tepat untuknya. Bersama Summer, Tom mendapat banyak pelajaran meski pada akhirnya
mereka tidak ditakdirkan untuk bersama.
Ketika pada akhirnya Summer dan Tom mendapat porsi bahagia masing-masing tanpa bersama dengan satu sama lainnya, setidaknya apa yang mereka jalani selama 500 hari bukanlah hal yang sia-sia.
Tigasks,
Segarnyaesteh
Comments