top of page
  • Writer's picturetiga sks

The End of The F***ing World: Romansa Quirky ala Dua Sejoli Biang Huru-Hara



Drama romansa dengan lakon para remaja selalu mendapat tempat di hati para pecintanya. Kisah manis dengan berbagai narasi romantis banyak ditemui pada produk-produk sinema, dari format film hingga serial drama, dari layar Asia hingga Hollywood. Dengan banyaknya ragam kisah asmara remaja yang ada, The End of The F***ing World menawarkan narasi yang berbeda; membawa lakon serupa Bonnie dan Clyde dalam perwujudan dua remaja desperate pembuat onar.


Adalah James dan Allysa, si dua sejoli biang huru-hara, pusat cerita dari serial drama keluaran Netflix berjudul The End of The F***ing World. Berdua, mereka menjadi perwujudan nyata dari frasa “partner in crime”. Kisah pertemuan James dan Allysa membawa mereka berdua dalam perjalanan penuh hal-hal gila yang tak umum digambarkan dalam kisah romansa remaja. James, seorang introvert yang mengklaim dirinya seorang psikopat, bertemu dengan Allysa, perempuan grumpy yang membenci segala hal di hidupnya dan bertingkah “beringas” sak karepe dhewe. Karakter yang sangat kuat tercermin dari penggambaran James yang misterius dan serba canggung, dan Allysa yang “menjengkelkan” namun tetap menyimpan sisi manis dan lovely. Berdua, mereka mencoba lari dari dunia dan kehidupan mereka yang dianggap fucked up dan membosankan. Perjalanan ini diinisiasi bukan tanpa alasan; Allysa (dengan polosnya) menganggap James sebagai rekan sempurna untuk mencari ayah kandungnya, sedangkan James berangkat dengan keinginan kuat dalam dirinya untuk menjadikan Allysa sebagai sasaran empuk untuk debutnya yang ingin mencoba membunuh manusia ─ setelah sejak kecil ia terbiasa membunuh binatang. Betul, kamu tidak salah baca. James punya passion yang “unik”; membunuh. Mem-bu-nuh. Bi-na-tang. Karakter yang terdengar sinting sekali, bukan?


Paduan James dan Allysa sebagai dua disfunctional teenager membawa The End of The F***ing World menjadi sebuah serial yang menarik untuk diikuti. Sebagai sebuah produk sinema genre dark comedy dengan sedikit bumbu-bumbu asmara, kita akan banyak dibuat penasaran untuk tahu “kegilaan” apa yang akan terjadi selanjutnya. Durasi singkat pada tiap episodenya membuat ke-delapan episode dalam The End of The F***ing World dapat dinikmati dengan cepat secara keseluruhan. Meski singkat, namun kita tetap dapat merasakan tensi yang ada pada setiap keonaran yang disebabkan oleh tingkah James dan Allysa. Paduan tokoh remaja dengan karakter yang kuat, alur cerita yang cepat dan penuh huru-hara, serta sisipan musik-musik ala retro yang groovy membuat The End of The F***ing World menjadi paket lengkap sebuah serial romansa remaja yang tak biasa.


Meski terihat “hanya” sebagai kisah dua remaja slenge’an, serial ini banyak membawa elemen kejutan yang cukup menegangkan. Di beberapa adegan, candaan dengan gaya dark humor akan membuat kita tertawa sekaligus meringis menyeringai. Kisah yang sebenarnya cukup kelam, namun pada beberapa adegannya akan terasa menggelitik dengan nuansa gemes-gemes uwu ala remaja. Adanya sedikit adegan berdarah dalam The End of The F***ing World semakin menggenapkan aroma quirky yang sedari awal menjadi bumbu utama. Tak heran, kisah James dan Allysa yang serba absurd ini banyak disukai oleh penontonnya.


Setelah sukses pada musim pertamanya, kali ini The End of The F***ing World akan hadir kembali pada November 2019. Kelanjutan kisah James dan Allysa ini telah banyak dinanti, utamanya tentu saja karena rasa penasaran atas nasib mereka berdua selepas akhir cerita di musim pertama. Serial The End of The F***ing World dapat dinikmati melalui saluran Netflix, dan saat ini menjadi salah satu serial favorit. Apakah musim kedua dari The End of The F***ing World akan membawa lebih banyak kegilaan dari edisi pilotnya? Apakah hubungan James dan Allysa berlanjut lebih dari sekedar partner huru-hara?

Hmmm... kita lihat saja pada season 2!


RATING :

PETRUS JAKANDOR SAMYANG JUMANJI / 10

22 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page