top of page
  • Writer's picturetiga sks

Metamorfosa Manusia VOL. 1: Tentang Bagaimana Manusia (dipaksa) Berubah.

Updated: May 30, 2019

Ulat – kepompong – kupu-kupu.

Berudu – berudu empat kaki - katak.


 


Demikianlah perubahan fisiologi yang dialami binatang. Sebenarnya manusia juga mengalami metamorfosa layaknya ulat bulu dan berudu. Hanya saja perubahan yang dialami bukan secara langsung kepada fisik tetapi aspek non-fisik yang pada akhirnya akan merubah “visual” fisik manusia. Percaya tidak percaya, sadar tidak sadar, langsung tidak langsung seseorang akan mengalami perubahan “bentuk”. Namun kembali lagi, perubahan yang dirasakan akan dapat kita pahami ketika orang lain yang terkoneksi oleh diri kita akan mengungkapkan perubahan tersebut.


Manusia melalui asumsi pribadinya akan berkata dengan mudah bahwa ia mungkin belum berubah dan tak akan berubah, tetapi itu semua sekadar asumsi yang justru makin lama akan menggerogoti nalarnya sendiri. Secara alami mother nature mampu berubah dan merubah. Layaknya ulat yang (dipaksa) berubah menjadi kupu-kupu begitu pula berudu dipaksa bertarung dengan lingkungan dan mengubah sirip tunggalnya menjadi lengan dan kaki tumpuannya. Itu semua adalah kehendak alam dan jika anda percaya Tuhan maka itulah kehendak Tuhan melalui alam-Nya.


Bila kita menelisik lebih jauh mengapa mereka (dipaksa) berubah adalah konsep alam yang sulit ditentang. Mari tempatkan persepsi dan konsepsimu sebagai ulat atau berudu, bukankah nyaman menjadi seperti itu saja? Ulat yang makan, makan, makan dan makan ya mungkin buang kotoran sesekali dalam bentuk bola-bola mikro yang bahkan baunya tak dapat ditangkap saraf hidung manusia. Mengapa mereka berubah untuk menjadi lebih susah? Ulat dengan mudah menjalani hidup yang demikian, toh juga jumlah daun di muka bumi ini dirasa lebih banyak ketimbang bunga dan jika kita adalah ulat kita mungkin merasa mudah memenuhi nafsu makan dengan daun yang tinggal gigit, koyak dan telan ketimbang harus terbang. Kupu-kupu memilah nektar dari serbuk kemudian menghisapnya sambil merasa was-was akan pemangsa atau tangkapan anak-anak yang gemas melihat sayap indahnya. Berudu yang lebih lincah dan bergerak cepat di air, lebih fleksibel terhadap perubahan arus dan juga selera makan mereka hanyalah alga atau “fragmen” tumbuhan sungai yang terbawa arus, melimpah. Bandingkan dengan katak, mengisi perutnya dengan serangga terbang atau lompat sedangkan ia tak bisa terbang. Akan lucu melihat katak terbang dengan sayap dan mendarat di sembarang wajah. Kembali lagi, menjadi katak itu susah. Katak menjadi incaran ular sawah nan licik. Katak menjadi incaran cici dan koko pedagang swike, untuk digoreng tepung atau disiram kuah kaldu. Bukankah menjadi kupu-kupu dan katak jauh lebih menyusahkan ketimbang menjadi ulat atau berudu? Jika anda setuju, maka sejauh ini kita sudah satu persepsi.


Pertanyaan besar kembali membuat gusar, MENGAPA MEREKA BERUBAH?

Dan akupun masih mengambil waktu untuk memahami ini, tetapi kesimpulanku bermuara pada frasa UNTUK MELANJUTKAN HIDUP.


Sebelum tenggelam dalam pembahasan “untuk melanjutkan hidup”, harus kita pahami lagi proses mereka berubah pun menyusahkan dan menyakitkan (mungkin). Bayangkan saja si ulat yang terpaksa obesitas dan membungkus sekujur tubuhnya dengan benang-benang lengket mengeras berhari-hari dan tidak berdaya jika daun yang menjadi tiangnya rontok atau dipotong tukang kebun. Betapa membosankannya fase kepompong, tidak berinteraksi dengan ulat lain, tidak makan, tidak minum (mungkin ulat memang tidak minum), tidak bisa memuaskan nafsu hewaninya. Mungkin 7 – 20 hari, ia keluar dengan susah payah dan lagi-lagi menyusahkan. Kepakan pertamanya pasti terasa keram dan menyakitkan sebagai kupu-kupu. Kepakan pertamanya juga menjadi pertanda bahwa ia diberi tugas baru oleh alam yaitu MELANJUTKAN HIDUP. Misi berakhir ketika ia mengejan mengeluarkan telur-telurnya setelah berhubungan seksual dengan kupu-kupu lain dan berujung menetaskan ulat-ulat baru, berulang demikian berulang, berulang, dan berulang lagi.


Berudu pun demikian, nyaman menjadi berudu yang berenang kesana-kemari, memakan alga, bermain-main dengan rintik hujan dan arus sungai. Sekali lagi mereka harus disusahkan dengan alam. Lama kelamaan sirip tunggal mereka menjadi sepasang kaki, di kanan kiri tubuh bulatnya keluar sepasang tangan dan wajahnya menjadi… menurutku menjadi lebih jelek dan tua. Makanannya berganti, dari alga yang berceceran di dasar dan permukaan sungai menjadi serangga yang susah ditangkap, nyamuk, lalat, belalang dan mungkin kecoa yang menjijikan jadi santapan. Aku sempat berpikir bahwa TUHAN TIDAK ADIL! Serangga-serangga keparat itu bisa terbang sedangkan katak hanya melompat dan beberapa bisa menjulurkan lidah sensualnya keluar dari rongga mulut dengan cepat tapi tetap saja aku berpikir ini tidak adil.


Nalar menjalar seperti akar. Mengisi ruang otak dengan pemahaman dan penangkapan baru mengenai Si Kupu-Kupu dan Sang Katak. Demikian pada manusia. Bukan, manusia tidak tumbuh sungut panjang dibawah mata dan tidak pula lidahnya memanjang dari rongga mulut hingga sepanjang selang taman rumah orang kaya. Kita, manusia, bermetamorfosa. Katak dan kupu-kupu yang mengalami perubahan yang menyulitkan ternyata memiliki alasan. MEREKA MENJADI BERTAMBAH KUAT.


Kupu-kupu mampu terbang jauh dan bebas memilih bunga yang indah dan nikmat untuk disinggahi, katak dengan kaki dan tangannya yang kekar menjadi lebih garang dan berani menantang bahkan mencerna paksa serangga sembrono itu. Kupu-kupu mampu menikmati indahnya pemandangan dari udara, katak mampu menikmati unsur kimia nikmat bernama oksigen dan melompat-lompat serta bernyanyi bersautan indah dengan kolega mereka. Hal demikian tak bisa dinikmati ulat dan berudu.

Akhirnya mereka bersetubuh. Memuaskan birahi kepada lawan jenis.

Demi apa semua perubahan yang dipaksakan ini? Demi apa mereka menyusahkan diri? Demi apa lagi mereka mau merubah wujud dan membuang jauh kenyamanan mereka yang sudah ada? Semua tanya terangkum dalam satu simpulan.

MEREKA MELANJUTKAN HIDUPNYA.


Pada manusia perubahan ini tidak serta merta mendominasi perubahan bentuk fisik. Manusia, mahasiswa, pekerja, tukang bakso, preman, pelatih, pecandu, kurator, doktor, profesor dan semua bani-nya pasti akan berubah. Perubahan tidak mereka rasakan begitu cepat dan juga begitu lambat. Manusia seringkali tidak sadar dirinya berubah jika bukan karena ungkapan jujur dari manusia terdekat mereka. Kawan, pasangan dan orang tua. Baik yang berlaku baik padamu maupun yang membuangmu jauh-jauh. Demikian pula yang menyayangimu dan juga menyiksamu.


Tanya menohok yang membuat kaget, panik, anxious menjadi satu kagetpanikanxious:

“kok kamu beda ya sekarang?”


AKHIR DARI BAGIAN I.........


 


Tigasks,

Sekrup Asbes.


Diedit oleh: Ndog Biasa.

956 views0 comments

Recent Posts

See All

Join my mailing list

  • SoundCloud Social Icon
  • Twitter Social Icon
  • Instagram Social Icon
  • YouTube Social  Icon
bottom of page