top of page
  • Writer's picturetiga sks

Keluar Garis


Akhir april yang lalu, saya sangat beruntung diberi kesempatan untuk mempresentasikan karya performance art, seni rupa dengan menggunakan tubuh sebagai medium bersama dengan teman-teman lainnya di Gudskul Ekosistem. Saya melakukan performans dalam dua adegan; pertama saya memakai kostum putih dan menyusun garis lurus dengan menggunakan kertas, kedua saya memakai kostum hitam dan berjalan melalui garis tersebut, namun di pertengahan jalan saya keluar dari garis hingga merangkak kemana-mana.

Disitu saya bercerita tentang agama, dan disini saya berkesempatan untuk menjabarkannya. Saya biasa berkarya tentang apa yang saya alami langsung di keseharian. Begitu pula tentang karya performance art pertama saya ini, karya yang lahir dari keraguan saya akan agama, terutama untuk agama yang sedang saya peluk.


Setiap orang punya hak masing-masing dalam menyikapi agama dan dalam perjalanan hidup ada saat dimana kita mempertanyakan Tuhan dan agama sebagai jalan menuju Tuhan itu sendiri.

Perlu digaris bawahi, disini saya sekedar bercerita dan menjabarkan tentang keresahan saya pribadi yang kebetulan menjadi latar belakang karya saya. Tidak ada maksud untuk menyebarkan paham atau ideologi apapun.


Semua dimulai ketika fenomena pasangan beda agama sedang cukup ramai di kalangan remaja yang ingin mencari kedewasaan dalam hubungan percintaan, banyak diantara mereka adalah teman baik saya. Saya yang dari kecil diberi pendidikan agama Islam oleh kedua orang tua saya sedikit penasaran mengenai rencana mereka bila sudah dekat di pelaminan. Dan dengan bercanda mereka menjawab “Woles, nanti dia yang masuk agama gua”.


Hingga pada akhirnya fenomena tersebut saya alami juga, saya menjalin hubungan dengan seseorang non - muslim. Walaupun sempat ada keraguan tipis-tipis seperti “Kan kita beda agama” di awal pendekatan, namun pada ujungnya diterobos - terobos juga.

Ketika kita telah memilih untuk menjalin hubungan dengan seseorang yang beda agama itu adalah pertaruhan, banyak yang harus dipersiapkan kedepan nya dan salah satu nya adalah patah hati. Tidak ada penyesalan dalam hubungan yang pernah atau sedang dijalani ini, karena cinta sendiri adalah karunia meskipun berbeda agama, saya percaya selalu ada pembelajaran dari itu semua yang mengarahkan saya untuk menjadi manusia yang bijak dalam menanggapi jatuh cinta.

Dalam kasus ini orang terdekat selalu mempertanyakan “Apa tidak ada yang lain’’. Lalu dari tanggapan keluarga sendiri ‘’lebih baik jangan daripada ribet nantinya’’. Sebenarnya saya sendiri juga tidak menginginkan hal seperti ini namun saya tidak bisa merencanakan harus jatuh cinta kepada siapa.


Bila dalam konteks beragama, saya mungkin belum menjalankan syariat agama secara baik. Namun bila konteksnya memikirkan agama, saya selalu memikirkan hal ini sebelum tidur karena ini yang kita semua alami sehari-hari. Begitu juga pasangan beda agama tersebut yang bisa saja sebenarnya serius dalam beragama hanya saja tidak melibatkan orang lain karena menurutnya keyakinan adalah sesuatu yang personal.

Hal sederhana yang saya bayangkan sehari-hari misalnya bagaimana saya merasa tidak nyaman diberi nama nabi sedangkan saya tidak berkeinginan untuk berakhlak sebaik beliau, juga sistem pahala sebagai rewards yang menjadikan manusia sebenarnya membantu secara pamrih bukan karena benar-benar peduli. Lalu ketika yang sedang ramai di berita dimana mereka-mereka yang berteriak dan bergerak tanpa toleransi yang membuat saya serasa enggan seagama dengan mereka. Bahkan ada dalil yang menyatakan bahwa memang dilarang membantu kaum non dalam beberapa konteks, semisal mendoakan mereka yang sudah meninggal itu dilarang karena mereka yang tidak percaya sesungguhnya sudah dijanjikan neraka.


Itulah yang membuat saya berjalan keluar garis putih yang telah disusun oleh-Nya. Atau mungkin lebih tepatnya saya (masih) enggan untuk kembali kedalam garis, kurang lebih begitu.

Lalu bila sekedar berjalan keluar garis, kenapa harus merangkak? Karena tidak akan ada lagi support system bila kamu sudah benar-benar jauh dari garis. Orang akan menghakimimu sebagai orang yang melanggar karena kamu tidak berada di garis manapun, keluarga pun belum tentu akan mendukung. Probabilitas yang menyakitkan itulah yang membuat saya merangkak letih diluar garis.


Jujur saja saya masih yakin Tuhan itu ada diatas sana, hanya saja untuk saat ini saya tidak tau dia itu siapa.


Tigasks,

Syauqi.


 

Ditulis oleh: Alfadho Asy-Syauqi

Diedit dan ditambahkan oleh: Effnuz Al-Anba

45 views0 comments

Comments


bottom of page